Kamis, 09 April 2009

Seorang Polwan Muslimah AS Dilarang Berjilbab

AS, negara besar yang mengklaim sebagai negara paling demokratis dan menjunjung tinggi HAM, ternyata belum mampu menunjukkan bukti kedemokratisannya.   

Hari Rabu 8 april 2009, seorang polwan Muslim di Philadelphia harus menelan kekecewaan karena pengadilan menolak permohonannya agar diijinkan mengenakan jilbab saat bertugas. Hakim pengadilan menolak permohonan polwan muslimah itu dengan alasan seorang anggota polisi harus menjaga "netralitas"nya dalam masalah agama.

Pengadilan yang melibatkan polwan muslimah Kimberlie Webbs kemarin adalah pengadilan banding yang kedua. Namun Webbs tetap tidak boleh mengenakan jilbab. Kepolisian tempat Webb bekerja melarang polwan mengenakan simbol-simbol agama dan beralasan jika Webb diijinkan mengenakan jilbab, akan menimbulkan "persoalan panjang" di departemen kepolisian.

Kasus jilbab lainnya terjadi di Oklahoma. Namun akhir kasus ini cukup melegakan warga Muslim karena pihak legislatif Oklahoma menolak usulan peraturan yang isinya melarang orang mengenakan jilbab untuk keperluan foto yang akan dicantumkan dalam surat ijin mengemudi atau SIM.

Pihak legislatif Oklahoma mengatakan bahwa larangan semacam itu bertentatangan dengan adanya pengecualian yang dibolehkan dalam masalah keagamaan dan bertentangan dengan hak-hak warga sipil yang tercantum dalam Amandemen Pertama konsitusi AS.

Keputusan legislatif Oklahoma ini disambut baik oleh warga Muslim. "Kami berterima kasih dengan para anggota legislatif atas kepemimpinan dan dukungan mereka terhadap pluralisme dalam hidup beragama dan terhadap Amandemen Pertama," kata Razi Hashmi, Direktur Eksekutif Council on American Islamic Relations (CAIR) cabang Oklahoma.

Sejak usulan untuk melarang penggunaan penutup kepala dalam foto SIM muncul, dewan legislatif Oklahoma menerima sekitar 600 surat penolakan terhadap usulan peraturan tersebut. Penentangan kebanyakan dari kalangan Muslim dan penganut agama Sikh di Oklahoma. Mereka menilai peraturan itu melanggar konstitusi dan kebebasan setiap orang untuk menjalankan ibadah agamanya.

CAIR juga mengatakan peraturan semacam itu akan melukai seluruh pemeluk agama, bukan hanya Muslim tapi juga penganut agama Sikh dan para biarawati gereja yang juga mengenakan penutup kepala.

Sementara itu, sebuah sekolah di distrik Nevada hari Rabu kemarin harus mengeluarkan biaya kompensasi sebesar 400.000 dollar dalam kasus gugatan hak sipil yang diajukan seorang siswi Muslim bernama Jana Elhifny. Elhifny menggugat sekolahnya karena merasa sudah dipermalukan dan didiskriminasikan oleh pihak sekolahnya sehingga ia terpaksa keluar dari North Valley High School.

Elhifny, muslimah berjilbab keturunan Mesir ini menuding pihak sekolahnya gagal untuk mengatasi kasus ancaman pembunuhan dan pelecehan yang dialaminya. (ln/aby) (www.eramuslim.com)

Tidak ada komentar: